SOP Pengelolaan Sampah Ala LDII DIY

Pengelolaan Sampah LDII
Ilustrasi keranjang pilah sampah.

Yogyakarta – Pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan. Pengelolaan sampah perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dengan metode pemberian literasi dalam mengelola sampah rumah tangga.

Bicara pengelola sampah, perlu disadari bahwa sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) tidak sepenuhnya dapat dikelola dengan baik. Pasalnya, di TPA banyak kendala yang ditemukan.

Misalnya TPA belum layak, lokasi sempit sehingga terjadi over kapasitas dan masih banyak persoalan lain. Ditambah lagi SOP pengolahan sampah yang dilakukan di TPA belum sepenuhnya baik. Terdapat beberapa TPA justru membakar sampah untuk mengurangi tumpukan.

Padahal sampah yang dibakar akan menghasilkan zat-zat beracun yang dapat mencemari lingkungan. Selain itu sampah yang dibakar juga akan berpotensi menjadi penyebab terjadinya pemanasan global.

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang kini tengah menghadapi masalah serius terkait sampah, perlu menanamkan kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah rumah tangganya masing-masing. Merespon situasi darurat itu, DPW LDII DIY merumuskan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam mengelola sampah.

SOP tersebut semata bertujuan agar memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat dan aman bagi lingkungan serta dapat mengubah perilaku masyarakat.

SOP Pengelolaan Sampah Ala LDII DIY

Pertama, masjid-masjid di bawah naungan LDII se-DIY menjadi pusat bank sampah. Jika tidak memungkinkan, maka menggunakan lahan atau rumah warga LDII yang relatif luas sebagai tempat bank sampah.

Kedua, pengelola bank sampah adalah pemuda LDII di tingkat PAC. Jika terdapat PAC yang berdekatan, maka dapat dibuatkan kelompok sedekah sampah gabungan dari beberapa PAC di daerah tersebut.

Ketiga, yang dilakukan pertama kali oleh pemuda LDII adalah melakukan survai tukang loak yang mau membeli sampah yang telah dipilah dengan harga tertinggi.

Keempat, dilakukan pengumpulan sampah secara rutin atas persetujuan dewan penasihat PAC. Misalnya satu bulan sekali, ditentukan hari dan semua warga LDII bergerak, demikian pula tukang loaknya akan datang untuk membeli sampah.

Pada beberapa tahapan di atas, dewan penasihat di tingkat PAC sangat berperan dalam menyukseskan pengelolaan sampah. Sebagaimana program yang telah diluncurkan “Kyai Peduli Sampah” hal ini menunjukkan bahwa peran tokoh agama sangat penting dalam menemukan solusi yang tepat berkaitan masalah sampah.

Adapun tugas DPW/DPD adalah memastikan para kyai memulai gerakan ini dari tempatnya masing-masing sembari menunjukkan hasilnya.

Di samping itu, perlu ada perubahan habit secara kebijakan extreme dalam pengelolaan sampah. Jika tidak dilakukan, maka bencana bisa terjadi dan mengganggu kelancaran ibadah di masa depan.

Kebutuhan perubahan habit tersebut, pertama, didukung oleh program amal saleh LDII DIY yaitu “Jugangan Ing Omah” (Jugangan di rumah) atau beberapa rumah bersekutu dalam satu jugangan untuk sampah organik (dapur dan daun).

Kedua, menyediakan keranjang pilah sampah untuk satu bulan atau lima belas hari, terdiri dari keranjang plastik, kertas, kaca, botol, dan minyak jelantah.

Ketiga, pengenalan magot dan bioflok untuk menghabiskan sampah organik lebih cepat lagi serta menghasilkan belatung untuk pakan dan kompos yang bisa dijual.

Ketiga perubahan habit tersebut saatnya menghasilkan pula uang atau peningkatan kesejahteraan. LDII DIY menargetkan pengelolaan sampah bernilai ekonomi, di antaranya:

1. Menghentikan iuran sampah per bulan

Dengan begitu, warga LDII bisa berhemat Rp25.000-Rp50.000 per bulan. Uang tersebut dapat digunakan untuk membayar uang listrik 1/4 sampai 1/2nya.

2. Hasil penjualan sampah anorganik per bulan

Biasanya berkisar antara Rp50.000 hingga Rp 2 jutaan. Hasil penjualan tersebut dapat digunakan sebagai tambahan kas pemuda LDII tingkat PAC setiap bulannya.

Pada gerakan “Sedekah Sampah Akbar” beberapa waktu lalu, di Kampung Sangurejo di bawah naungan PAC LDII Wonokerto, pemuda LDII berhasil menjual hasil rongsoknya (dari berbagai macam jenis sampah) hingga mencapai angka Rp 1 juta.

Pemuda LDII pun bebas berkreasi dengan uang tersebut. Manfaat lain, berkat mengelola sampah mereka pun semakin akrab di luar forum pengajian.

3. Menjual kompos dan magot beserta turunannya

Dari program “Jugangan Ing Omah” (Jugangin Om), sampah organik yang terkumpul tersebut dijadikan pupuk kompos untuk memupuk tanaman di halaman rumah dan tanaman hias pondok pesantren atau sekolah di bawah naungan LDII.

Ketika SOP pengelolaan sampah di atas dapat dilaksanakan ditiap-tiap rumah tangga warga LDII dan masjid-masjid di bawah naungan LDII, maka efek massifnya akan memberikan dampak lingkungan yang luar biasa. Sampah tidak lagi dipandang sebagai masalah, tidak lagi dipandang kotor, namun sampah menjadi berkah, sampah menjadi jariah dan bernilai ekonomi.

Check Also

Cara Mudah Setiap Keluarga untuk Perbaiki Kualitas Udara di DIY

Yogyakarta (10/1) – Pemantauan kualitas udara online real-time IQAir dalam Laporan Kualitas Udara Dunia menempatkan …

2 comments

  1. Tempat sampah nya bagus.dapet di mana ya saya ingin untuk di beberapa tempat sekolah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

/*------------------------------------------------------*/ /* Copyright Artikel /*------------------------------------------------------*/ function add_copyright_text() { ?> }