Sleman (27/11) – Keluarga merupakan fondasi utama dalam kehidupan individu dan masyarakat. Di dalam keluarga, peran penting tidak hanya sekadar memenuhi kebutuhan materi, tetapi juga memberikan stabilitas psikologis yang akan menentukan kesejahteraan anggotanya.
Saat ini, banyak keluarga menghadapi berbagai tekanan ekonomi yang berpengaruh besar pada kesehatan psikologis mereka. Ketika keuangan tidak dikelola dengan baik, risiko stres, kecemasan, dan konflik dalam keluarga akan meningkat. Hal ini mempertegas pentingnya literasi keuangan sebagai salah satu faktor utama dalam menciptakan keluarga yang tangguh secara ekonomi dan mental.
Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) DIY melalui Komisi Perempuan, Remaja, dan Keluarga menyelenggarakan Seminar dan Lokakarya (Semiloka) dengan tema seminar “Membangun Keluarga Tangguh Finansial dan Emosional” dan tema lokakarya “Menjadi Orangtua Asyik Bagi Anak”. Semiloka diselenggarakan di Grand Keisha Yogyakarta Jalan Gejayan Soropadan, Kaliwaru, Condongcatur, Depok, Sleman, Sabtu (23/11/2024).
Seminar ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang literasi keuangan serta keterampilan psikologis yang dapat diterapkan untuk membangun ketangguhan ekonomi dan mental keluarga. Literasi keuangan yang baik, didukung dengan stabilitas emosional, akan menciptakan keluarga yang mampu bertahan dalam menghadapi berbagai tantangan dan menjaga kesejahteraan seluruh anggota keluarga.
Narasumber Hj. Dr. Asmar, S.Psi., M.Psi. memaparkan bagaimana peran keluarga dalam membangun ketahanan keluarga yakni dengan mengoptimalisasi delapan fungsi keluarga dengan melibatkan seluruh anggota keluarga. Delapan fungsi keluarga tersebut terdiri dari fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosial dan pendidikan, ekonomi, serta pembinaan lingkungan.
“Yang dimaksud fungsi ekonomi keluarga adalah memenuhi kebutuhan hidup anggota keluarga, membagi tugas dan peranan, menanamkan nilai-nilai keuangan keluarga, merencanakan keuangan keluarga, dan mengembangkan kemampuan individu dengan meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga,” jelasnya.
Narasumber lain, Dosen Psikologi UIN Sunan Kalijaga Dr. Hj. Maya Fitria menambahkan strategi dalam membangun ketangguhan keluarga. Di antaranya meningkatkan komunikasi, memupuk dukungan emosional, mengembangkan pola hidup sehat, menghadapi masalah bersama, mencari bantuan jika diperlukan, dan meningkatkan pendidikan agama.
Dalam menjaga ketahanan sosial dan psikologis dalam keluarga, psikolog Asmar menyebutkan perlu meningkatkan resiliensi yakni kemampuan seseorang untuk menghadapi, mengatasi dan menjadi kuat atas kesulitan yang dialaminya sebagai ketahanan/ketangguhan. “Dalam keluarga perlu menanamkan regulasi emosi, pengendalian impuls, optimisme, empati, dapat menganalisa penyebab masalah, efikasi diri, dan peningkatan aspek positif,” pungkasnya.
Sementara lokakarya “Menjadi Orangtua Asyik untuk Anak” dirancang untuk membantu orangtua memahami pentingnya dalam menjalin kelekatan mereka dengan anak-anak mereka sehingga orangtua menjadi figur yang positif, menyenangkan, dan mendukung bagi anak-anak mereka. Melalui kegiatan ini, orangtua diharapkan dapat belajar cara menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis. membangun komunikasi yang efektif dengan anak, serta memahami cara-cara kreatif dan psotif dalam menghadapi berbagai situasi pengasuhan sehari-hari.
Komisi Pemberdayaan Perempuan, Remaja dan Keluarga MUI DIY Hj. Fatma Amilia, S.Ag., M.Si. menjelaskan bahwa setidaknya ada empat peran dan tanggung jawab orangtua. Pertama perawatan, meliputi menjaga kebersihan dan kesehatan, kedua pengasuhan meliputi memenuhi kebutuhan pangan, pakaian, dan tempat tinggal.
“Ketiga perlindungan, meliputi menjamin anak dalam keadaan aman dan selamat. melindungi anak dari perlakukan kekejaman, kekerasan, penganiayaan dan perlakuan salah lainnya. Keempat pendidikan, meliputi memberi keteladanan dan pembiasaan untuk membangun karakter positif, dan memberi rangsangan serta latihan agar kemampuannya meningkat,” urainya.
Narasumber Sarjoko, M.A. yang saat ini sedang studi Doktoral Kajian Budaya dan Media UGM mengatakan untuk mewujudkan orangtua asyik untuk anak perlu melakukan tiga hal yakni komunikasi, listening (mendengarkan), dan rekognisi (pengakuan). “Mendengar adalah cara termudah untuk membangun komunikasi dengan anak. Awali dengan pertanyaan sederhana seperti gimana tadi di sekolah,” ujarnya.
Semiloka menghadirkan peserta dari beberapa organisasi perempuan ormas Islam se-DIY dan beberapa pondok pesantren di DIY. Turut hadir Perempuan LDII DIY yakni Wakil Fitri Anomsari, S.Sos., M.Ab. dan Sekretaris Ira Fatmawati.
“Lokakarya merupakan langkah maju dari MUI untuk membantu orangtua dalam mendidik anak di tengah gempuran pengaruh negatif dari lingkungan luar yang sulit dibendung. Dengan lokakarya orangtua bisa semakin bertambah pengetahuan dan wawasannya. Bisa mengetahui bagaimana cara menjadi orangtua yang asyik bagi anak sehingga terwujud keluarga yang tangguh,” ungkap Fitri.
Ketua Biro Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan Keluarga (PPKK) DPW LDII DIY ini mengatakan, melalui pokja Perempuan LDII pihaknya siap mendukung dan bekerja sama dengan MUI DIY dalam mendukung terwujudnya keluarga tangguh yang berakhlakul kharimah.